Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan
profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka
layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh,
dengan mencakup:
(1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis; (3) landasan
sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkenaan
dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, selain berpijak
pada keempat landasan tersebut juga perlu berlandaskan pada aspek pedagogis,
religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam
praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami
dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan
tugas-tugas profesionalnya.
Kata kunci : bimbingan dan konseling, landasan
filosofis, landasan psikologis; landasan sosial-budaya, landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
A. Pendahuluan
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian
integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional,
kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh,
yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan
adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan
dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih
mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi
kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien). .
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling
tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua
pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan
penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para
konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang
terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya
anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai
persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat
mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan
konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain,
penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak
dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman
tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui
tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan
dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
B. Landasan Bimbingan dan
Konseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan
konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa
diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum,
landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya
merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya
oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling.
Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan
fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki
fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk.
Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari
oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap
layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah
individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi
dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis,
landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan
(ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari
masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat
memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan
setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan
secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan
konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan
filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai
aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat
modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada,
para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson
& Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat
manusia sebagai berikut :
·
Manusia
adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk
meningkatkan perkembangan dirinya.
·
Manusia
dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha
memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
·
Manusia
berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri
khususnya melalui pendidikan.
·
Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya
untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
·
Manusia
memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
·
Manusia
akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud
melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
·
Manusia
adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
·
Manusia
adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
adan akan menjadi apa manusia itu.
·
Manusia
pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,
manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap
upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif
dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d)
belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang
menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari
oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti :
rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan
dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau
aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan
faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan
yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari
keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit,
golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada
individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan
rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau
bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan
lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan
sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup
dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana
yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak
dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh
dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)
hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1)
Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam
perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori
dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang
perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6)
teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang
perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas
perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus
memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat
melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya
dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar
dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak
akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang
dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan
belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan,
diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif
atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini
mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum
menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam
suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S.
Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya
dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.
Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri
individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas
perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu
lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya,
misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan
afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan
kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
·
c
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan
dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien)
maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi
yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu,
seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan
dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian
hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya.
Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk
memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang
mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor
kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya.
Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis,
setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik,
yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau
psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia
hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi
dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi
interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan
klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno
(2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa;
(b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e)
kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering
kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu
berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat.
Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif
tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul
ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya
dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana
antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu
sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi
sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima
hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan
konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan
multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal
ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling
hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata
mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori
maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara
logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan
bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran,
pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno,
2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat
“multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi
perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi,
ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi,
ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin
ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan
konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori
dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran
kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya
teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer
telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel
(Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah
bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006)
mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi
antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan
melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara
virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan
pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan
dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan
dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka
peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan
oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai
ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang
bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun
melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam
konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling
dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan
yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan
konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya
pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan
pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c)
pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan
konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk
Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia
berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang
memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006)
bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan
konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa
Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini
sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan
nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya
bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai
peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan
bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang –
Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan
pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling
di Indonesia.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan
konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh.
Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan
tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan.
Landasan bimbingan dan konseling meliputi : (a)
landasan filosofis, (b) landasan psikologis; (c) landasan sosial-budaya; dan
(d) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan filosofis terutama berkenaan dengan upaya
memahami hakikat manusia, dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan
konseling.
Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling,
meliputi : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan; (c)
perkembangan individu; (d) belajar; dan (d) kepribadian.
Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek
sosial-budaya sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang
perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk di
dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya.
Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan
dengan layanan bimbingan dan konseling sebagai kegiatan ilimiah, yang harus
senantiasa mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
demikian pesat.
Layanan bimbingan dan
konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada keempat aspek
tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan pedagodis, landasan
religius dan landasan yuridis-formal.
0 komentar:
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63
Posting Komentar